Senin, 11 November 2019

Skenario Yang Selesai

Angin itu mulai berhembus, mulai membuai semua yang dilewatinya, semilir dedaunan hijau itu pun mulai menari nari kecil,, aku tau rembulan, tentang mu bukan keindahan, kamu itu tandus dan tajam, keindahanmu Fatamorgana kan?
aku meragukan biru mu langit, jika kamu hanya biru, lantas darimana warna indah pelangi itu?karena bias hujan kah, ? ceritakan padaku samudera, mengapa langitku harus menangis, hanya untuk seberkas pelangi, aku tidak menyukai tangisannya, itu melukaiku. 
Tuan Puteri, 
Skenario itu telah selesai, mau bagaimana lagi, jagat raya ini memang seputar itu, ditinggalkan-meninggalkan, mengorbankan-dikorbankan, dimulai-diakhiri, kamu akan selalu bahagia, dengan syarat, pahamilah, bahwa pena itu telah diangkat, dan kertas itu telah mengering. lantas aku tak punya daya upaya kah, untuk apa aku disini ?
tentu saja kamu punya daya upaya, justru karena itulah kamu terpilih disini, memerankan skenario-Nya, apa kamu pikir berperan itu bukan daya upaya?
Jangan membuatku bingung,,,
kamu yang membuat mu bingung, bersyukurlah kertas itu telah mengering, karena jika harus kamu yang menulisnya, tak satu aksara pun akan ada disana. 
aku ingin menangis, 
jangan lemah, terbiasalah untuk melihat tujuan akhir, jangan harapkan apapun, jangan melemah,  
  

Rabu, 06 November 2019

Bagaimana?

Kesayangan ku,
ada fase dimana semua harus berlalu, kecintaan, kesayangan, persahabatan, semua membahagiakan, tapi hidup adalah proses, semua harus berlalu, cepat karena ada yang di kejar, pun lama karena ada yang di tunggu, semua baik, tidak ada yang tidak baik, masa-masa indah di sekolah, tidak ini bukan tentang kisah cinta remaja, indah, aku masih ingat dengan jelas, ocehan-ocehan ku di kelas, aku masih ingat dengan jelas semua nasehat guru-guru yang luar biasa bijaksana, walau masa itu indah, tapi ia harus berlalu, tidak mungkin selamanya menjadi murid disana hanya karena aku menyukai nya, perlahan semua memudar, 
aku selalu takut dengan kehidupan baru, memulai hidup menjadi Mahasiswi, mulai dari semester 1 hingga wisuda, memilih tinggal di Asrama, yang menurut banyak orang itu pilihan yang aneh, masa iya menghabiskan semua waktumu, di Kampus, ayo donk, satu semester coba, Kos diluar, biar tahu rasa nya di luar, lebih mandiri, lebih bisa mengatur diri sendiri.
tidak, aku lebih memilih melihat dosen dari jendela kamarku, daripada harus, berulang kali menelpon teman untuk bertanya dosen sudah ada apa belum?
seru lho,, kita bisa memasak sendiri di kos sesuai selera kita, tanpa harus di atur kayak makanan di asrama,. 
menurutku itu tidak masalah, jika lagi ingin, bisa menelpon orang tua, untuk mengirimkan nya lewat paket, beres, dasar aku.
aku merasa tidak perlu harus, capek2 nyetrika baju ke kampus, jika malas, cukup pakai almamater, selesai, alasan2 simpel itulah yang membuatku memilih tinggal di asrama, selain karena perintah orang tua tentunya, tapi jika aku ingin, aku bisa saja merayu mereka untuk mengizinkan kos diluar, tapi memang tidak ingin saja, aku suka mendengar gedoran pintu kamar dari ibu asrama di pagi2 buta untuk sholat shubuh, aku suka, hapalan2 yang menambah beban tugas kuliah, 
aku memang aneh, aku sering menangis saat memasang seprai tempat tidur ku, karena tidak bisa rapi, yang selalu ditertawakan Ira, yang akan merungut, dan memasangkannya untuk ku. begitu selalu.
aku menangis, saat berkas berkas sidang skripsi itu berserak, yang di rapikan Dhani, untuk ku. padahal apa susahnya menyusun itu, ntahlah, pokoknya menangis aja dulu. Alhamdulillah mereka luar biasa baik memahamiku. aku selalu tidak menyadari bahwa di umur itu harusnya aku sudah sangat dewasa dengan hal-hal kecil, yang bukan masalah. aku merasa Tuhan selalu menempatkan aku, di posisi orang2 yang bersedia me manjakan aku. sewaktu SMA indun dan mina walau dengan repetan, selalu bersedia menjemput atau mengantar, jadi menurutku tanpa aku pande naik kereta, tak ada perjalananku yang terhalang. ntahlah itu menyusahkan mereka, yang jelas tak pernah sekalipun wajah tidak ikhlas ku temui di wajah mereka. 
Tuhan selalu mengirimkan orang-orang yang luar biasa mengerti dengan ego ku, walau tidak ada istimewa apapun di diriku, tapi aku selalu merasa mereka mengerti aku dengan luar biasa.
bagaimana ke depan, aku selalu takut dengan hidup baru yang mungkin akan ku jalani. 

Terapi Memaafkan

 Betapa banyak orang yang terlihat baik baik saja tapi menyimpan duka dalam hatinya. Duka itu seperti api yang jika di tiup tiup akan semaki...